Minggu, 26 April 2015

Pendidikan Karakter



Pendidikan Karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik.


Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan keputusan moral yang harus ditindak lanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi kebiasaan dan membentuk watak atau tabiat seseorang.

Selain itu pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar, dan dirasakan, yang mana banyak persoalan muncul yang di indentifikasi bersumber dari gagalnya pendidikan dalam menyuntikkan nilai - nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya.

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekkan. Mulailah dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan tegakkan itu secara disiplin. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.

Di sisi lain, pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah, lingkungan sekolah, dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus antara lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga, dan masyarakat. Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat proses pembentukan tersebut.

Di samping itu, tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai - nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab, situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan disini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.

Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata - mata pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai - nilai etika, estetika, dan budi pekerti yang luhur. Selain itu karakter yang harus dimiliki siswa diantaranya yaitu kerja sama, disiplin, taat, dan tanggung jawab. Dan yang terpenting adalah praktekkan dan lakukan dengan disiplin oleh setiap elemen sekolah.

Tugas dan Peranan sebagai Seorang Guru


Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa. berikut adalah peran dan tugas seorang guru:
Peran seorang guru dalam belajar

makalah Munasabah di dalam Al-Qur'an



KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirobbil’alamin.
            Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya yang tidak akan terhitung. Setiap kalimat, setiap kata, bahkan setiap huruf pun tak mungkin sanggup tertulis tanpa seizin-Nya. Sungguh Maha Besar Allah karena telah meridhoi penulis untuk menyajikan sebuah makalah yang berjudul “MUNASABAH DIDALAM AL-QUR’AN” dapat terselesaikan tepat waktu. Tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak, penulisan karya tulis ilmiah ini tidak akan terwujud sebagaimana mestinya maka dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.      Allah SWT yang telah memberikan ilmunya agar kami dapat mengerjakan makalah ini dengan maksimal.
2.      Bapak Yunahar Ilyas yang telah memberikan pengarahan agar dapat melaksanakan tugas dengan baik.
3.      Kedua orang tua yang selalu memberikan dorongan dan semangat.
4.      Teman–teman yang memberikan konstribusi atas terselesaikannya makalah ini.
5.      Serta seluruh pihak yang telah membantu kami dalam terlaksananya makalah ini.
Semoga amal baik dari berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik serta saran yang bersifat membangun, akan penulis terima dengan senang hati. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.










DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A.Latar Belakang Masalah...................................................................................1-2
B.Rumusan Masalah.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A.  Pengertian Munasabah……….………………………………........................3-4
B.  Macam-Macam Munasabah…………………................................................4-5
C.  Bentuk-Bentuk Munasabah……………………………………......................5-6
D.  Urgensi Munasabah dalam Penafsiran Al-Qur’an…………………...............6-8
E.   Cara Mencari dan Menentukan Masalah..........................................................8
BAB III PENUTUP……………………………….……………....….....9
Kesimpulan……………………………………….…………………...................9-10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................11












BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sebagaimana dikutip oleh Imam As-Sayuti, mendefinasikan munasabah itu kepada keterkaitan ayat-ayat Al-qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa munasabah yaitu suatu ilmu yang membahas tentang kaitan atau keserasian ayat-ayat Al-qur’an antara satu dengan yang lain.
Berdasarkan kajian munasabah, ayat-ayat Al-qur’an dianggap tidak tersaing antara satu yang lain. Ia mempunyai keterkaitan, hubungan, dan keserasian. Hubungan itu terletak antara ayat dengan ayat, antara kalimat-kalimat yang terdapat dalam setiap ayat, dan lain sebagainya. Tokoh yang pertama sekali melakukan kajian terhadap ilmu munasabah adalah Abu Bakr An-Naysaburi. Selain darinya, terdapat pula Abu Ja’far bin Zubair dengan karyanya Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar Al-qur’an.
Karakteristik orang bertaqwa ini belum tuntas dijelaskan dalam ayat tiga tersebut, maka ayat keempat dan lima menjelaskannya lebih lanjut. Diman, orang-orang bertaqwa selain beriman dengan yang gaib, shalat, dan bersedekah juga ditandai dengan keyakinannya terhadap Al-qur’an dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya sebagai wahyu yang datang dari Allah serta meyakini akan adanya hari berbangkit. Ketaqwaan seperti ini berefek positif terhadap orang yang bertaqwa itu sendiri, yaitu beroleh hidayah dan kemenangan dari Allah.
Al-qur’an dalam membimbing manusia selalu menggunakan fenomena alam dan isinya sebagai media, termasuk binatang-binatang kecil, seperti laba-laba, semut, dan lebah. Orang-orang kafir menganggapi hal itu secara negatif, mereka semakin sesat dengan tanggapan negatifnya itu. Munasabah yang tersembunyi (mudhmar) yaitu keterkaitan atau keserasian yang tidak jelas, pada lahiriyahnya seolah-olah, suatu ayat terasing dari ayat yang lain atau alur pembicaraanya tidak ada ketersambungan. Tetapi apabila dianalisis secara dalam akan terlihat keterkaitanya
Adapun kelompok pertama, yang memandang perlunya mengungkapkan segi-segi kesesuaian atau munasabah di antara ayat-ayat dan surah-surah dalam Al-qur’an adalah bersandar pada suatu pemikiran bahwa, penyusunan ayat-ayat dan surah-surah itu bersifat tauqifi bukan ijtihadi. Diantara hal yang menunjukkan tauqifi adalah keadaan surah-surah yang dimulai dengan Ha-Mim dan disusun secara berrutan, demikian juga dengan surah-surah yang dimulai dengan Tha-Sin. Sementara surah-surah yang diawali dengan tasbih tidak disusun dengan berurutan.
Kelompok kedua, menganggap munasabah tidak perlu diungkap. Diantara ulama yang termasuk ke dalam kelompok ini dan paling keras menentang penggunaan munasabah dalam penafsiran ayat-ayat dan surah-surah dalam Al-qur’an adalah Ma’ruf Dualibi. Ia mengatakan: Maka termasuk usaha yang tidak perlu dilakukan adalah mencari-cari hubungan . diantara yang ayat-ayat dan surah-surah Al-Qur’an. Andaikata urusan itu mengenai satu hal saja, baik itu aqa’id, budi pekerti, ataupun mengenai hak-hak dan kewajiban.
Terlepas dari sikap para ulama’ yang pro dan kontra terhadap munasabah tersebut, yang pasti adalah bahwa mereka telah berupaya maksimal untuk mencari dan menggali yant terbaik dari kitab suci Al-qur’an, dengan maksud agar kaum muslim dimana dan kapan saja  memberikan perhatian penuh terhadap kitab sucinya itu, sehingga ia dapat memetik petunjuk darinya.karena Al-Qur’an sendiri menanyatakan dan mengukuhkan dirinya sebagai ‘’penjelas’’.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan munasabah?
2.      Apa saja macam-macam munasabah itu?
3.      Bagaimana bentuk-bentuk munasabah?
4.      Bagaimana urgensi munasabah dalam penafsiran Al-Qur’an?
5.      Bagaimana cara mencari dan menenntukan munasabah?







                                                                                                  

BAB II
        PEMBAHASAN
A.   PENGERTIAN MUNASABAH
Secara etimologis al-munasabah berasal dari mashdar an-nasabu berarti al-qarabah. Orang yang berassal dari nasib yang sama disebut qarabah (kerabat) karena kedekatannya. Dari kata nasab itulah dibentuk menjadi al-munasabah dalam arti al-muqarabah adalah sesuatu yang masuk akal, jika dikemukakan kepada akal akan diterima.
Secara terminologis munasabah adalah mencari kedekatan, hubungan, kaitan, antara satu ayat atau kelompok ayat dengan ayat atau kelompok ayat dengan yang berdekatan, baik dengan ayat yang sebelumnya maupun yang sesudahnya. Termasuk mencari kaitan antara ayat yang berada pada akhir sebuah surat dengan ayat yang berada pada awal surat berikutnya atau antara satu surat dengan surat sesudah atau sebelumnya.
Harapan pertama adalah turunnya hujan, oleh sebab itu mereka menengadah kelangit mengharapkan turunnya hujan. Setelah itu mereka mencari tempat bernaung yaitu daerah pegunungan. Mereka tidak bisa berlama-lama menetap di suatu tempat, maka mereka akan pindah dari satu tempat ke tempat yang lain di bumi ini. Itulah kaitan antara empat hal tersebut dalam pikiran orang badui yang hidup dari menggembalakan ternak dipadang pasir.
Tidak termasuk munasabah apabila yang dicari adalah hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain tidak berdekatan, karena hal itu masuk kategori tafsir al-ayah bi al-ayah. Tatkala mendengar Surat Al-An’am 82, sebagian sahabat merasa berat dan tidak akan sanggup menjadi orang yang beriman karena, siapakah diantara mereka yang tidak pernah melakukan kezaliman  yang dimaksud dalam ayat tersebut, bukanlah seperti yang dipahami mereka, tetapi seperti yang dimaksudkan oleh hamba Allah yang saleh yaitu Luqman.
Jadi munasabah didapat dengan cara penalaran semata-mata bukan dengan periwayatan. Dengan demikian diterima atau tidaknya penalaran tersebut tergangtung tingkat logikanya, semakin logis tentu akan semakin dapat diterima. Ilmu munasabah ini dinamai juga dengan ilmu tanasub al-ayat wa as-suwar.

Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabat) dalam al-qur’an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu:
1.      Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian
2.      Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat
3.      Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak
4.      Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebih-lebihan.

B.   MACAM-MACAM MUNASABAH

1.      MUNASABAH ANTARA SATU KALIMAT DENGAN KALIMAT SEBELUMNYA DALAM SATU AYAT
Munasabah jenis ini mencari hubungan atau kaitan antara satu kalimat dengan kalimat sebelumnya dalam satu ayat. Misalnya ayat berikut ini :
وَأَ نْفِقُوا فِي سَبِيلِ الَّلهِ وَلَاتُلقُوابِأايْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَ حْسَنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحسِنِينَ(١٩٥
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dala kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhannya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Baqarah 2:195)
Apabila umat Islam karena kikir atau kurangnya kesadaran akan pentingnya peranserta aktif setiap orang dalam pendanaan semua amal usaha dan perjuangan umat tidak mau menyumbangkan sebagian harta bendanya untuk perjuangan, maka tentu saja perjuangan itu tidak akan berhasil. Apabila perjuangan tidak berhasil, dampak negatifnya juga akan dirasakan oleh umat itu sendiri. Umat Islam akan tetap miskin, tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kalah bersaing dengan umat-umat lain, dan pada akhirnya tidak tertutup kemungkinan mereka akan dijajah, sekalipun tidak lagi dalam bentuk penjajahan fisik, tapi ekonomi, politik dan budaya.



2.      MUNASABAH ANTARA SATU AYAT DENGAN AYAT SESUDAHNYA
Munasabah jenis ini mencari hubungan antara satu ayat dengan ayat sesudahnya.Misalnya hubungan antara Surat Al-Isra’ ayat 1 dan 2. Allah berfirman:
سُبْحَانَ الَّذِ ي أَسْرَى بِعِبْدِ هِ لَيْلًامِنْ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِ لَى الْمَسْجِدِ الْٰأَقْصَى الَّذِ ي بَارَكْنَا حَوُلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١
“ Maha suci Allah, yang telah meperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Isra’ 17:1)  
وَآ تَيْنَا مُو سَى الْكَتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدً ى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَ لَّا تَتَّخِذُ وا مِنْ دُ ونِي وَكِيلًا (٦
“Dan Kami berikan kepada Mmusa Kitab (Taurat) dan Kami Jadikan Kitab Taurat tu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.” (Q.S. Al-Isra’ 17:2)
Menurut Quraish Shabib, ayat pertama pertama menyebutkan anugerah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang mengisra’kan beliau dalam waktu yang sangat singkat, sedangkan ayat kedua menyebutkan anugerahnya kepada Nabi Musa As yang mengisra’kan beliau dari Mesir ke  negeri yang diberkati pula yaitu Palestina tetapi memakan waktu yang lama. Penyebutan  Nabi Musa juga mempunyai kaitan yang sangat jelas dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, karena beliau yang berulang-ulang mengusulkan agar Nabi Muhammad SAW memohon keringanan atas kewajiban shalat 50 kali sehari semalam.

3.      MUNASABAH ANTARA KELOMPOK AYAT DENGAN KELOMPOK AYAT SEBELUMNYA
Munasabah jenis ini mencari hubungan antara satu kelompok ayat dengan kelompok ayat berikutnya. Misalnya Surat Al-Baqarah ayat 1-20 tentang beberapa kategori manusia ditinjau dari segi keimanannya. Ayat 1-5 berbicara tentang orang-orang yang bertaqwa yaitu orang-orang yang memadukan dalam diri aspek Iman, Islam dan Ihsan. Ayat berikutnya 6-7 berbicara tentang orang-orang kafir, yaitu orang yang lahir batin mengingkari Allah SWT. Ayat selanjutnya 8-20 berbicara tentang orang-orang munafiq, yang di luar mengaku beriman, tetapi di dalam mengingkari Allah SWT.
4.      MUNASABAH ANTARA AWAL SURAT DENGAN AKHIR SURAT SEBELUMNYA
Munasabah jenis ini mencari hubungan antara awal satu surat dengan akhir surat sebelumnya, misalnya awal Surat AL- Hadid dengan akhir Surat Al-Waqi’ah. Allah SWT berfirman:
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِي السَّمَا وَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَالْعَزِيزُالْحَكِيمُ (١
“Semua yang berada dilangit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. Al-Hadid 57:1)
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيممِ (٩٦
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.”(Q.S. Al-Waqi’ah 56:96)
Ayat akhir Surat Al-Waqi’ah berisi perintah untuk bertasbih (Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Agung), sedangkan ayat pertama Surat Al- Hadid menyatakan telah (Bertasbih kepada Allah semua yang berada di langit dan yang berada di bumi). Terlihatada keserasian antara dua ayat tersebut.

5.      MUNASABAH ANTARA SATU SURAT DENGAN SURAT LAINNYA
Munasabah jenis ini mencari hubungan antara nama satu surat dengan nama satu surat sebelum dan sesudahnya, hubungan antara kandungan satu surat dengan surat berikutnya, hubungan antar akhir surat dengan awal surat berikutnya. Salah satu contohnya adalah munasabah antara surat Al- Fatihah dan Surat Al- Baqarah dari segi nama. Di antara isi penting Surat Al- Fatihah adalah tentang Tauhid, baik dari segi rububiyah, mulkiyah maupun ilahiyah-Nya. Dengan doktrin Tauhid, seseorang dilarang menuhankan Al-Baqarah sebagaimana yang dilakukan oleh Bani Israil di bawah inisiatif as-Samiri. Guna melakukan pembinaan dan mempertahankan Tauhid secara konsekuen diperlukan pembinaan dalam keluarga. Dan salah satu keluarga yang menjadi teladan adalah keluarga Imran (Ali Imran). Salahperti  satu sebab penting keberhasilan sebuah keluarga adalah peran kaum perempuan (An- Nisa) terutama ibu. Sebuah keluarga tentu memerlukan kecukupan ekonomi terutama untuk makan dan minum. Makanan dan minuman yang dibutuhkan tentu saja makanan yang halal lagi baik dan bergizi seperti diisyaratkan dalam Surat Al-Maidah yang berarti hidangan makanan.

C.   BENTUK-BENTUK MUNASABAH

1.      Zhahir al-Irtibath

Adakalanya hubungan antara satu kalimat dengan kalimat berikutnya atau satu ayat dengan Ayat berikutnya tampak nyata. Satu bagian ayat tergantung dengan bagian sebelumnya, tidak bisa dipisahkan, ssatu ayat tergantung dengan ayat sesudahnya, juga tidak bisa dipisahkan. Kalau dipisahkan maknanya menjadi tidak sempurna, bahkan bisa menimbulkan pemahaman yang keliru. Misalnya ayat 4 Surat Al-Ma’un :
فَوَ يْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,”(Q.S. Al- Ma’un 107:4)
2.      Khafiy al-Irtibath
Adakalanya hubungan antara satu  kalimat denagn kalimat berikutnya atau antara satu ayat dengan berikutnya tidak tampak nyata. Masing-masing berdiri sendiri, tidak tergantung dengan kalimat pertama atau ayat berikutnya. Kesempurnaan makna kalimat pertama atau ayat tidak tergantung dengan kalimat atau ayat berikutnya. Kalau dipisahkan maknanya tetap sempurna.
            Ada dua bentuk irtibath yang tidak tampak ini. Pertama, irtibath ma’thufah, dan kedua, irtibath ghairu ma’thufah.
a.       Irtibath ma’thufah
Irtibath antara satu bagian dengan bagian lain dari ayat menggunakan huruf afthaf. Bagian kedua bisa berupa nazhir (bandingan) dan syarik (mitra) dari bagian sebelumnya dan bisa juga berupa al-madhadhah (lawan katanya).
Sedangkan untuk al-madhadhah (lawan katanya) dapat dilihat contohnya pada ayat-ayat yang menyebut rahmat setelah azab, raghbah  (dorongan melakukan sesuatu) setelah ruhbah (ancaman untuk tidak melakukan sesuatu). Sudah menjadi kebiasaan al-qur’an setelah menyebut hukum tertentu Al-qur’an menyebut sesudahnya janji pahala dan ancaman dosa agar menjadi pendorong untuk melaksanakan hukum yang disebutkan sebelumnya.
b.      Irtibath Ghairu Ma’thufah
Jika irtibath antara satu bagian dengan bagian lain dari ayat atau  antara satu ayat dengan ayat berikutnya tidak menggunakan huruf  ‘athaf maka dalam hal ini untuk mencari  munasabah nya harus dicari qarain makbawiyah, petunjuk-petunjuk yang didapat dari pengertian maknanya.
Ada 5 takhallush dalam ayat ini. Setelah menjelaskan sifat cahaya (nur) dan prumpamaannya, lalu berpindah kpada pembicaraan tentang kaca (zujazah) dan sifatnya, kemudian kembali pembicaran tentang cahaya dan minyak yang membuatnya menyala, kemudian berpindah kepada pembicaraan tentang pohon (syajarah), kemudian berpindah lagi kepada sifat minyak (zait), kemudian berpindah lagi kepada sifat cahaya (nur) yang berlipat ganda, kemudian berpindah kepada pembicaraan tentang nikmat-nikmat Allah SWT berupa petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.

D.   URGENSI MUNASABAH DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN
          Ada tiga arti penting dari munasabah sebagai salah satu metode dalam   
  memahami dan menafsirkan Al-Qur’an :
1)      Dari sisi balaghah, korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an utuh dan indah. Bila di penggal maka keserasian, kehalusan, dan keindahan kalimat yang teruntai di dalam setiap ayat akan menjadi hilang.
2)      Ilmu munasabah dapat memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surat. Tanpa memahami kaitan antara satu kalimat dengan kalimat berikutnya dalam satu ayat, atau kaitan antara satu ayat dengan ayat berikutnya, bisa saja seorang yang membaca Al-Qur’an tidak dapat menangkap keutuhan makna, bahkan dapat menimbulkan keslahan dalam pemaknaan seperti yang sudah di jelaskan dalam bagian sebelumnya.
3)      Ilmu munasabah sangat membantu seorang mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga dapat menjelaskan keutuhan makna ayat atau kelompok ayat. Juga dapat menjelaskan keserasian antara kalimat dengan kalimat dan ayat dengan ayat, bahkan antara surat dengan surat. Ilmu munasabah akan sangat membantu terutama dalam istinbath  hukum.
Ilmu munasabah Al-qur’an sangat penting dikuasai dalam menafsirkannya. Ia sangat membantu mufassir dalam memahami Al-qur’an dengan bantuan ilmu munasabahberarti mengistinbatkan makna ayat sesuai dengan konteksnya. Tanpa memperhatikan aspek munasabah mungkin akan terjadi pemahaman diluar konteks ayat, bahkan bisa keliru dalam memahaminya.
Ayat-ayat Al-qur’an itu banyak bercerita tantang umat-umat terdahulu, baik peristiwa yang berlaku pada mereka kewajiban-kewajiban yang pernah dibebankan atas mereka. Jika suatu ayat dipelajari, tanpa melihat keterkaitannya dengan ayat-ayat lain, maka mungkin akan terjadi penetapan hukum yang sebenarnya hukum itu hanya dibebankan kepada umat sebelum Nabi Muhammad SAW, yang tidak diwajibkan kepada umat Muhammad.

E.   CARA MENCARI DAN MENENTUKAN MUNASABAH
Untuk mengetahui munasabah suatu ayat dengan ayat lain atau ayat sebelum dan  sesudahnya, ada bebrapa hal yang perlu di perhatikan :
a)      Topik inti yang di perbincangkan dalam ayat. Mufassir perlu mengetahui permasalahan utama yangg diperbincangkan oleh suatu ayat. Hal ini dapat di ketahui melalui istilah-istilah yang di gunakan dan alur membicaraan.
b)      Topik inti itu biasanya mempunyai sub-subtopik. Jika topik inti telah diketahui, maka perlu dilihat dan dipahami hal-hal yang di cakupi oleh topik inti tersebut.
c)      Sub-subtopik itu mempunyai unsur-unsur tersendiri pula. Maka masing-masing ayat, ada yang berbincang mengenai topik inti, sub topik, dan ada pula yang memperbincangkan unsur-unsur yang ada pada sub topik. Munasabah Al-Qur’an dapat dilihat dari sisi ini.







BAB III
 PENUTUP
.     KESIMPULAN
Pada garis besarnya munasabah itu menyangkut pada dua hal, yaitu hubungan antara ayat dengan ayat dan hubungan surat dengan surat.
Dua pokok hubungan itu di perincian sebagai berikut:
A.    Hubungan ayat dengan ayat meliputi:
1)      Hubungan kalimat dengan kalimat dalam ayat.
2)      Hubungan ayat dengan ayat dalam satu surat.
3)      Hubungan penutup ayat dengan kandungan ayatnya.
B.     Hubungan surat dengan surat meliputi:
1)      Hubungan awal uraian dengan ahir uraian surat.
2)      Hubungan nama surat dengan tujuan turunnya.
3)      Hubungan surat dengan surat sebelumnya.
4)      Hubungan penutup surat terdahulu dengan awal surat berikutnya.
Empat fungsi utama dari Ilmu Al-Munasabah :
1)      Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Quran.
2)      Untuk menjadikan bagian-bagian dalam Al-Quran saling berhubungan sehingga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
3)      Ada ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4)      Untuk menjawab kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika Al-Quran.
F.      SARAN
Penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.




DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA. Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Itqan Publishing,   2013.
Rosihon Anwar. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Kadar M. Yusuf. Studi Al-Qur’an, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
Usman. Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Sukses Offset, 2009.