Minggu, 26 April 2015
Tugas dan Peranan sebagai Seorang Guru
Guru memiliki
tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut
meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas
guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih
berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah
memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati
dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru
hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru
berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa. berikut adalah peran dan tugas seorang guru:Peran seorang guru dalam belajar
makalah Munasabah di dalam Al-Qur'an
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirobbil’alamin.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya yang tidak akan terhitung. Setiap kalimat, setiap kata,
bahkan setiap huruf pun tak mungkin sanggup tertulis tanpa seizin-Nya. Sungguh
Maha Besar Allah karena telah meridhoi penulis untuk menyajikan sebuah makalah
yang berjudul “MUNASABAH DIDALAM AL-QUR’AN” dapat terselesaikan tepat waktu.
Tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak, penulisan karya tulis ilmiah
ini tidak akan terwujud sebagaimana mestinya maka dengan kerendahan hati
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah
memberikan ilmunya agar kami dapat mengerjakan makalah ini dengan maksimal.
2. Bapak Yunahar Ilyas yang telah memberikan pengarahan agar dapat melaksanakan
tugas dengan baik.
3. Kedua orang tua yang
selalu memberikan dorongan dan semangat.
4. Teman–teman yang
memberikan konstribusi atas terselesaikannya makalah
ini.
5. Serta seluruh pihak
yang telah membantu kami dalam terlaksananya makalah ini.
Semoga amal baik
dari berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini
mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna sehingga kritik serta saran yang bersifat membangun, akan penulis
terima dengan senang hati. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR
ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A.Latar Belakang
Masalah...................................................................................1-2
B.Rumusan Masalah.............................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Pengertian
Munasabah……….………………………………........................3-4
B. Macam-Macam
Munasabah…………………................................................4-5
C. Bentuk-Bentuk
Munasabah……………………………………......................5-6
D. Urgensi
Munasabah dalam Penafsiran Al-Qur’an…………………...............6-8
E. Cara
Mencari dan Menentukan Masalah..........................................................8
BAB III
PENUTUP……………………………….……………...….….....9
Kesimpulan……………………………………….…………………...................9-10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sebagaimana dikutip oleh Imam As-Sayuti, mendefinasikan munasabah
itu kepada keterkaitan ayat-ayat Al-qur’an antara sebagiannya dengan sebagian
yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan
sistematis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa munasabah yaitu suatu ilmu
yang membahas tentang kaitan atau keserasian ayat-ayat Al-qur’an antara satu
dengan yang lain.
Berdasarkan kajian munasabah, ayat-ayat Al-qur’an dianggap tidak
tersaing antara satu yang lain. Ia mempunyai keterkaitan, hubungan, dan
keserasian. Hubungan itu terletak antara ayat dengan ayat, antara
kalimat-kalimat yang terdapat dalam setiap ayat, dan lain sebagainya. Tokoh
yang pertama sekali melakukan kajian terhadap ilmu munasabah adalah Abu Bakr
An-Naysaburi. Selain darinya, terdapat pula Abu Ja’far bin Zubair dengan
karyanya Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar Al-qur’an.
Karakteristik orang bertaqwa ini belum tuntas dijelaskan dalam ayat
tiga tersebut, maka ayat keempat dan lima menjelaskannya lebih lanjut. Diman,
orang-orang bertaqwa selain beriman dengan yang gaib, shalat, dan bersedekah
juga ditandai dengan keyakinannya terhadap Al-qur’an dan kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya sebagai wahyu yang datang dari Allah serta meyakini akan
adanya hari berbangkit. Ketaqwaan seperti ini berefek positif terhadap orang
yang bertaqwa itu sendiri, yaitu beroleh hidayah dan kemenangan dari Allah.
Al-qur’an dalam membimbing manusia selalu menggunakan fenomena alam
dan isinya sebagai media, termasuk binatang-binatang kecil, seperti laba-laba,
semut, dan lebah. Orang-orang kafir menganggapi hal itu secara negatif, mereka
semakin sesat dengan tanggapan negatifnya itu. Munasabah yang tersembunyi
(mudhmar) yaitu keterkaitan atau keserasian yang tidak jelas, pada lahiriyahnya
seolah-olah, suatu ayat terasing dari ayat yang lain atau alur pembicaraanya
tidak ada ketersambungan. Tetapi apabila dianalisis secara dalam akan terlihat
keterkaitanya
Adapun kelompok pertama, yang memandang perlunya mengungkapkan
segi-segi kesesuaian atau munasabah di antara ayat-ayat dan surah-surah
dalam Al-qur’an adalah bersandar pada suatu pemikiran bahwa, penyusunan ayat-ayat
dan surah-surah itu bersifat tauqifi bukan ijtihadi. Diantara hal
yang menunjukkan tauqifi adalah keadaan surah-surah yang dimulai dengan Ha-Mim
dan disusun secara berrutan, demikian juga dengan surah-surah yang dimulai
dengan Tha-Sin. Sementara surah-surah yang diawali dengan tasbih tidak
disusun dengan berurutan.
Kelompok kedua, menganggap munasabah tidak perlu diungkap.
Diantara ulama yang termasuk ke dalam kelompok ini dan paling keras menentang
penggunaan munasabah dalam penafsiran ayat-ayat dan surah-surah dalam
Al-qur’an adalah Ma’ruf Dualibi. Ia mengatakan: Maka termasuk usaha yang
tidak perlu dilakukan adalah mencari-cari hubungan . diantara yang ayat-ayat
dan surah-surah Al-Qur’an. Andaikata urusan itu mengenai satu hal saja, baik
itu aqa’id, budi pekerti, ataupun mengenai hak-hak dan kewajiban.
Terlepas dari sikap para ulama’ yang pro dan kontra terhadap munasabah
tersebut, yang pasti adalah bahwa mereka telah berupaya maksimal untuk
mencari dan menggali yant terbaik dari kitab suci Al-qur’an, dengan maksud agar
kaum muslim dimana dan kapan saja
memberikan perhatian penuh terhadap kitab sucinya itu, sehingga ia dapat
memetik petunjuk darinya.karena Al-Qur’an sendiri menanyatakan dan mengukuhkan
dirinya sebagai ‘’penjelas’’.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan munasabah?
2.
Apa saja macam-macam munasabah itu?
3.
Bagaimana bentuk-bentuk munasabah?
4.
Bagaimana urgensi munasabah dalam penafsiran Al-Qur’an?
5.
Bagaimana cara mencari dan menenntukan munasabah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
MUNASABAH
Secara etimologis
al-munasabah berasal dari mashdar an-nasabu berarti al-qarabah.
Orang yang berassal dari nasib yang sama disebut qarabah (kerabat)
karena kedekatannya. Dari kata nasab itulah dibentuk menjadi al-munasabah
dalam arti al-muqarabah adalah sesuatu yang masuk akal, jika dikemukakan
kepada akal akan diterima.
Secara
terminologis munasabah adalah mencari kedekatan, hubungan, kaitan, antara satu
ayat atau kelompok ayat dengan ayat atau kelompok ayat dengan yang berdekatan,
baik dengan ayat yang sebelumnya maupun yang sesudahnya. Termasuk mencari
kaitan antara ayat yang berada pada akhir sebuah surat dengan ayat yang berada
pada awal surat berikutnya atau antara satu surat dengan surat sesudah atau
sebelumnya.
Harapan pertama adalah
turunnya hujan, oleh sebab itu mereka menengadah kelangit mengharapkan turunnya
hujan. Setelah itu mereka mencari tempat bernaung yaitu daerah pegunungan.
Mereka tidak bisa berlama-lama menetap di suatu tempat, maka mereka akan pindah
dari satu tempat ke tempat yang lain di bumi ini. Itulah kaitan antara empat
hal tersebut dalam pikiran orang badui yang hidup dari menggembalakan ternak
dipadang pasir.
Tidak termasuk
munasabah apabila yang dicari adalah hubungan antara satu ayat dengan ayat yang
lain tidak berdekatan, karena hal itu masuk kategori tafsir al-ayah bi al-ayah.
Tatkala mendengar Surat Al-An’am 82, sebagian sahabat merasa berat dan tidak
akan sanggup menjadi orang yang beriman karena, siapakah diantara mereka yang
tidak pernah melakukan kezaliman yang
dimaksud dalam ayat tersebut, bukanlah seperti yang dipahami mereka, tetapi
seperti yang dimaksudkan oleh hamba Allah yang saleh yaitu Luqman.
Jadi munasabah
didapat dengan cara penalaran semata-mata bukan dengan periwayatan. Dengan
demikian diterima atau tidaknya penalaran tersebut tergangtung tingkat
logikanya, semakin logis tentu akan semakin dapat diterima. Ilmu munasabah ini
dinamai juga dengan ilmu tanasub al-ayat wa as-suwar.
Untuk meneliti
keserasian susunan ayat dan surat (munasabat) dalam al-qur’an diperlukan
ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan beberapa langkah
yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu:
1. Memperhatikan
tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian
2. Memperhatikan
uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat
3. Menentukan
tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak
4. Dalam
mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya
dengan benar dan tidak berlebih-lebihan.
B.
MACAM-MACAM
MUNASABAH
1.
MUNASABAH
ANTARA SATU KALIMAT DENGAN KALIMAT SEBELUMNYA DALAM SATU AYAT
Munasabah
jenis ini mencari hubungan atau kaitan antara satu kalimat dengan kalimat
sebelumnya dalam satu ayat. Misalnya ayat berikut ini :
وَأَ نْفِقُوا فِي سَبِيلِ الَّلهِ
وَلَاتُلقُوابِأايْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَ حْسَنُوا إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُحسِنِينَ(١٩٥
“Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dala kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhannya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S.
Al-Baqarah 2:195)
Apabila
umat Islam karena kikir atau kurangnya kesadaran akan pentingnya peranserta
aktif setiap orang dalam pendanaan semua amal usaha dan perjuangan umat tidak
mau menyumbangkan sebagian harta bendanya untuk perjuangan, maka tentu saja
perjuangan itu tidak akan berhasil. Apabila perjuangan tidak berhasil, dampak negatifnya
juga akan dirasakan oleh umat itu sendiri. Umat Islam akan tetap miskin,
tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kalah bersaing
dengan umat-umat lain, dan pada akhirnya tidak tertutup kemungkinan mereka akan
dijajah, sekalipun tidak lagi dalam bentuk penjajahan fisik, tapi ekonomi,
politik dan budaya.
2.
MUNASABAH
ANTARA SATU AYAT DENGAN AYAT SESUDAHNYA
Munasabah jenis
ini mencari hubungan antara satu ayat dengan ayat sesudahnya.Misalnya
hubungan antara Surat Al-Isra’ ayat 1 dan 2. Allah berfirman:
سُبْحَانَ الَّذِ ي أَسْرَى بِعِبْدِ هِ لَيْلًامِنْ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِ لَى الْمَسْجِدِ الْٰأَقْصَى الَّذِ ي بَارَكْنَا
حَوُلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١
“ Maha
suci Allah, yang telah meperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al
Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Isra’ 17:1)
وَآ تَيْنَا مُو سَى الْكَتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدً ى
لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَ لَّا تَتَّخِذُ وا مِنْ دُ ونِي وَكِيلًا (٦
“Dan
Kami berikan kepada Mmusa Kitab (Taurat) dan Kami Jadikan Kitab Taurat tu
petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “Janganlah kamu mengambil penolong
selain Aku.” (Q.S. Al-Isra’ 17:2)
Menurut
Quraish Shabib, ayat pertama pertama menyebutkan anugerah Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW yang mengisra’kan beliau dalam waktu yang sangat singkat,
sedangkan ayat kedua menyebutkan anugerahnya kepada Nabi Musa As yang mengisra’kan
beliau dari Mesir ke negeri yang
diberkati pula yaitu Palestina tetapi memakan waktu yang lama. Penyebutan Nabi Musa juga mempunyai kaitan yang sangat
jelas dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, karena beliau yang berulang-ulang
mengusulkan agar Nabi Muhammad SAW memohon keringanan atas kewajiban shalat 50
kali sehari semalam.
3. MUNASABAH
ANTARA KELOMPOK AYAT DENGAN KELOMPOK AYAT SEBELUMNYA
Munasabah jenis
ini mencari hubungan antara satu kelompok ayat dengan kelompok ayat berikutnya.
Misalnya Surat Al-Baqarah ayat 1-20 tentang beberapa kategori manusia ditinjau
dari segi keimanannya. Ayat 1-5 berbicara tentang orang-orang yang bertaqwa
yaitu orang-orang yang memadukan dalam diri aspek Iman, Islam dan Ihsan. Ayat
berikutnya 6-7 berbicara tentang orang-orang kafir, yaitu orang yang lahir
batin mengingkari Allah SWT. Ayat selanjutnya 8-20 berbicara tentang
orang-orang munafiq, yang di luar mengaku beriman, tetapi di dalam mengingkari
Allah SWT.
4.
MUNASABAH
ANTARA AWAL SURAT DENGAN AKHIR SURAT SEBELUMNYA
Munasabah jenis
ini mencari hubungan antara awal satu surat dengan akhir surat sebelumnya,
misalnya awal Surat AL- Hadid dengan akhir Surat Al-Waqi’ah. Allah SWT
berfirman:
سَبَّحَ
لِلّٰهِ مَا فِي السَّمَا وَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَالْعَزِيزُالْحَكِيمُ (١
“Semua
yang berada dilangit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan
kebesaran Allah). Dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Q.S.
Al-Hadid 57:1)
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيممِ (٩٦
“Maka
bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.”(Q.S.
Al-Waqi’ah 56:96)
Ayat
akhir Surat Al-Waqi’ah berisi perintah untuk bertasbih (Maka bertasbihlah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Agung), sedangkan ayat pertama Surat
Al- Hadid menyatakan telah (Bertasbih kepada Allah semua yang berada di langit
dan yang berada di bumi). Terlihatada keserasian antara dua ayat tersebut.
5.
MUNASABAH
ANTARA SATU SURAT DENGAN SURAT LAINNYA
Munasabah jenis
ini mencari hubungan antara nama satu surat dengan nama satu surat sebelum dan
sesudahnya, hubungan antara kandungan satu surat dengan surat berikutnya,
hubungan antar akhir surat dengan awal surat berikutnya. Salah satu contohnya
adalah munasabah antara surat Al- Fatihah dan Surat Al- Baqarah dari segi nama.
Di antara isi penting Surat Al- Fatihah adalah tentang Tauhid, baik dari segi
rububiyah, mulkiyah maupun ilahiyah-Nya. Dengan doktrin Tauhid, seseorang
dilarang menuhankan Al-Baqarah sebagaimana yang dilakukan oleh Bani Israil di
bawah inisiatif as-Samiri. Guna melakukan pembinaan dan mempertahankan Tauhid
secara konsekuen diperlukan pembinaan dalam keluarga. Dan salah satu keluarga
yang menjadi teladan adalah keluarga Imran (Ali Imran). Salahperti satu sebab penting keberhasilan sebuah
keluarga adalah peran kaum perempuan (An- Nisa) terutama ibu. Sebuah keluarga
tentu memerlukan kecukupan ekonomi terutama untuk makan dan minum. Makanan dan
minuman yang dibutuhkan tentu saja makanan yang halal lagi baik dan bergizi seperti
diisyaratkan dalam Surat Al-Maidah yang berarti hidangan makanan.
C.
BENTUK-BENTUK
MUNASABAH
1.
Zhahir
al-Irtibath
Adakalanya hubungan antara satu kalimat dengan kalimat berikutnya
atau satu ayat dengan Ayat berikutnya tampak nyata. Satu bagian ayat tergantung
dengan bagian sebelumnya, tidak bisa dipisahkan, ssatu ayat tergantung dengan
ayat sesudahnya, juga tidak bisa dipisahkan. Kalau dipisahkan maknanya menjadi
tidak sempurna, bahkan bisa menimbulkan pemahaman yang keliru. Misalnya ayat 4
Surat Al-Ma’un :
فَوَ يْلٌ
لِلْمُصَلِّينَ (٤
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat,”(Q.S. Al- Ma’un
107:4)
2.
Khafiy
al-Irtibath
Adakalanya hubungan antara satu
kalimat denagn kalimat berikutnya atau antara satu ayat dengan
berikutnya tidak tampak nyata. Masing-masing berdiri sendiri, tidak tergantung
dengan kalimat pertama atau ayat berikutnya. Kesempurnaan makna kalimat pertama
atau ayat tidak tergantung dengan kalimat atau ayat berikutnya. Kalau
dipisahkan maknanya tetap sempurna.
Ada dua bentuk irtibath yang
tidak tampak ini. Pertama, irtibath ma’thufah, dan kedua, irtibath
ghairu ma’thufah.
a.
Irtibath
ma’thufah
Irtibath antara satu bagian dengan bagian lain dari ayat
menggunakan huruf afthaf. Bagian kedua bisa berupa nazhir
(bandingan) dan syarik (mitra) dari bagian sebelumnya dan bisa juga
berupa al-madhadhah (lawan katanya).
Sedangkan untuk al-madhadhah (lawan katanya) dapat dilihat
contohnya pada ayat-ayat yang menyebut rahmat setelah azab, raghbah (dorongan melakukan sesuatu) setelah ruhbah
(ancaman untuk tidak melakukan sesuatu). Sudah menjadi kebiasaan al-qur’an
setelah menyebut hukum tertentu Al-qur’an menyebut sesudahnya janji pahala dan
ancaman dosa agar menjadi pendorong untuk melaksanakan hukum yang disebutkan
sebelumnya.
b.
Irtibath
Ghairu Ma’thufah
Jika irtibath antara satu bagian dengan bagian lain dari
ayat atau antara satu ayat dengan ayat
berikutnya tidak menggunakan huruf ‘athaf maka dalam hal ini untuk mencari munasabah nya harus dicari qarain
makbawiyah, petunjuk-petunjuk yang didapat dari pengertian maknanya.
Ada 5 takhallush dalam ayat ini. Setelah menjelaskan sifat cahaya (nur)
dan prumpamaannya, lalu berpindah kpada pembicaraan tentang kaca (zujazah)
dan sifatnya, kemudian kembali pembicaran tentang cahaya dan minyak yang
membuatnya menyala, kemudian berpindah kepada pembicaraan tentang pohon
(syajarah), kemudian berpindah lagi kepada sifat minyak (zait),
kemudian berpindah lagi kepada sifat cahaya (nur) yang berlipat ganda,
kemudian berpindah kepada pembicaraan tentang nikmat-nikmat Allah SWT berupa
petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
D.
URGENSI
MUNASABAH DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Ada
tiga arti penting dari munasabah sebagai salah satu metode dalam
memahami dan menafsirkan
Al-Qur’an :
1)
Dari
sisi balaghah, korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an
utuh dan indah. Bila di penggal maka keserasian, kehalusan, dan keindahan
kalimat yang teruntai di dalam setiap ayat akan menjadi hilang.
2)
Ilmu
munasabah dapat memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surat. Tanpa
memahami kaitan antara satu kalimat dengan kalimat berikutnya dalam satu ayat,
atau kaitan antara satu ayat dengan ayat berikutnya, bisa saja seorang yang
membaca Al-Qur’an tidak dapat menangkap keutuhan makna, bahkan dapat
menimbulkan keslahan dalam pemaknaan seperti yang sudah di jelaskan dalam
bagian sebelumnya.
3)
Ilmu
munasabah sangat membantu seorang mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an, sehingga dapat menjelaskan keutuhan makna ayat atau kelompok ayat.
Juga dapat menjelaskan keserasian antara kalimat dengan kalimat dan ayat dengan
ayat, bahkan antara surat dengan surat. Ilmu munasabah akan sangat membantu
terutama dalam istinbath hukum.
Ilmu munasabah Al-qur’an sangat penting dikuasai dalam
menafsirkannya. Ia sangat membantu mufassir dalam memahami Al-qur’an dengan
bantuan ilmu munasabahberarti mengistinbatkan makna ayat sesuai dengan
konteksnya. Tanpa memperhatikan aspek munasabah mungkin akan terjadi pemahaman
diluar konteks ayat, bahkan bisa keliru dalam memahaminya.
Ayat-ayat Al-qur’an itu banyak bercerita tantang umat-umat
terdahulu, baik peristiwa yang berlaku pada mereka kewajiban-kewajiban yang
pernah dibebankan atas mereka. Jika suatu ayat dipelajari, tanpa melihat
keterkaitannya dengan ayat-ayat lain, maka mungkin akan terjadi penetapan hukum
yang sebenarnya hukum itu hanya dibebankan kepada umat sebelum Nabi Muhammad
SAW, yang tidak diwajibkan kepada umat Muhammad.
E.
CARA
MENCARI DAN MENENTUKAN MUNASABAH
Untuk
mengetahui munasabah suatu ayat dengan ayat lain atau ayat sebelum dan sesudahnya, ada bebrapa hal yang perlu di
perhatikan :
a)
Topik
inti yang di perbincangkan dalam ayat. Mufassir perlu mengetahui permasalahan
utama yangg diperbincangkan oleh suatu ayat. Hal ini dapat di ketahui melalui
istilah-istilah yang di gunakan dan alur membicaraan.
b)
Topik
inti itu biasanya mempunyai sub-subtopik. Jika topik inti telah diketahui, maka
perlu dilihat dan dipahami hal-hal yang di cakupi oleh topik inti tersebut.
c)
Sub-subtopik
itu mempunyai unsur-unsur tersendiri pula. Maka masing-masing ayat, ada yang
berbincang mengenai topik inti, sub topik, dan ada pula yang memperbincangkan
unsur-unsur yang ada pada sub topik. Munasabah Al-Qur’an dapat dilihat dari
sisi ini.
BAB III
PENUTUP
.
KESIMPULAN
Pada garis besarnya munasabah itu menyangkut
pada dua hal, yaitu hubungan antara ayat dengan ayat dan hubungan
surat dengan surat.
Dua pokok hubungan itu di perincian sebagai berikut:
A.
Hubungan
ayat dengan ayat meliputi:
1)
Hubungan
kalimat dengan kalimat dalam ayat.
2)
Hubungan
ayat dengan ayat dalam satu surat.
3)
Hubungan
penutup ayat dengan kandungan ayatnya.
B.
Hubungan
surat dengan surat meliputi:
1)
Hubungan
awal uraian dengan ahir uraian surat.
2)
Hubungan
nama surat dengan tujuan turunnya.
3)
Hubungan
surat dengan surat sebelumnya.
4)
Hubungan
penutup surat terdahulu dengan awal surat berikutnya.
Empat fungsi utama dari Ilmu Al-Munasabah :
1)
Untuk
menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat,
ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Quran.
2)
Untuk
menjadikan bagian-bagian dalam Al-Quran saling berhubungan sehingga tampak
menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
3)
Ada ayat
baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4)
Untuk menjawab
kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika Al-Quran.
F.
SARAN
Penulis
memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat
dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.
Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA. Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Itqan
Publishing, 2013.
Rosihon
Anwar. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Kadar
M. Yusuf. Studi Al-Qur’an, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
Usman. Ulumul
Qur’an, Yogyakarta: Sukses Offset, 2009.
Langganan:
Postingan (Atom)